Sunday, October 28, 2018

Pengawasan Bongkar Muat Barang Berbahaya Rancu, Pemerintah Perlu Revisi PP

Kementerian Perhubungan disuruh melakukan pengawasan di lapangan atas tiap-tiap pekerjaan bongkar/muat barang beresiko serta tidak cuma memungut penerimaan negara bukan pajak (PNBP) saja. Demikian dikatakan Direktur Pusat Studi Kebijaksanaan Publik, Puskepi, Sofyano Zakaria, Sabtu (27/10)

Seperti didapati, dalam Ketentuan Pemerintah Nomer 11 Tahun 2015 mengenai Type Serta Tarif atas Type PNBP yang Laku pada Kementerian Perhubungan, diresmikan terdapatnya pungutan cost pengawasan untuk bongkar/muat barang beresiko. Tarif yang dipastikan sebesar Rp 25.000 per kg.

Baca Juga : Harga Polycarbonate dan Harga Polycarbonate Bening

Sesaat menurut UU Nomer 17 tahun 2008 serta IMDG Code, Bahan Bakar Minyak serta Elpiji ikut dikelompokkan menjadi barang beresiko. "Saat pada BBM atau elpiji serta barang beresiko yang lain diambil PNBP Pengawasan Bongkar/Muat Barang beresiko, tapi tidak dikerjakan pengawasan bongkar muatnya, jadi jelas ini melanggar prinsip dari pungutan itu," tutur Sofyano yang ikut pengamat kebijaksanaan daya.

Tiada dikerjakannya pengawasan pada tiap-tiap pekerjaan bongkar muat, jadi dapat dimaknai serta punya potensi diplintir menjadi pungli dalam sinyal kutip. Perihal inibisa meinmbulkan kegaduhan publik. Ditambah lagi sekarang ini waktu kampanye pemilihan presiden. “Karenanya Menteri Perhubungan mesti memberikan perhatian serius pada perihal ini,” kata Sofyano.

Baca Juga : Harga Polycarbonate Twinlite dan Harga Kanopi Permeter

Pendiri Asosiasi Pengamat Energy ini pula menyangsikan ketetapan PP 11/2015 berkaitan pengawasan ini dapat dikerjakan dengan tegas. “BBM serta elpiji yang adalah barang beresiko, bila bongkar muatnya mesti dikerjakan pengawasan seperti ketetapan yang laku, jadi suplainya dapat memiliki masalah,” kata Sofyano.

Ia menjelaskan, PP 11/2015 akan terhalang jumlahnya SDM atau petugas di Kemhub yang mesti ditugaskan lakukan pengawasan pada setiap pekerjaan bongkar/muat barang beresiko. "Ini saya meyakini tidak mungkin dapat dikerjakan," kata pengamat kebijaksanaan daya ini.

Karena itu, pemerintah mesti merevisi pada PP 11/2015 terutamanya pada type BBM serta elpiji yang adalah hajat hidup banyak orang . Revisi pada PP 11 tahun 2015 ikut dibutuhkan berkaitan besaran tarif (cost) Rp 25.000 per kg yang dipandang aneh. “Masak iya cost pengawasannya tambah mahal dari harga per liter BBM serta per kilo elpijinya,” kata Sofyano.

Baca Juga : Harga Kanopi Baja Ringan dengan Harga Kanopi Baja Ringan Permeter

Walaupun pada akhirnya besaran tarif itu dipending realisasinya dan diputuskan cuma Rp 10.000 per liter, akan tetapi pergantian itu anehnya dikerjakan tiada membuat revisi PP 11/2015. “Apakah Ketentuan Pemerintah dapat dikoreksi atau diurungkan oleh Ketetapan Menteri ditambah lagi Maklumat Dirjen. ini butuh dipertanyakan keras” tutup Sofyano.

No comments:

Post a Comment